Translate

16 Julai, 2007

"Rumah ini mau dijual" salahkah?


Pernah seingat saya dalam suatu acara Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI salah seorang pakar Bahasa Indonesia Anton Muliono mengkritisi kalimat:
Rumah ini mau dijual

Kesalahan kalimat tersebut katanya tidak jelas mana subjek, mana prediket dan mana objek. Untuk mencari subjek dari satu kalimat dengan pertanyaan "apa yang mau dijual" jawabnya tentu "rumah ini". Pertanyaan selanjutnya apakah rumah ini mau dijual. Sebenarnya bukan rumah yang mau dijual tetapi adalah seseorang pemilik rumah. Kenapa? karena rumah hanyalah objek untuk dijual. Rumah di tidak bisa ditanya "Wahai rumah apakah kamu mau untuk dijual?" Jawabannya tidak ada karena rumah tidak bisa berkata-kata. Sehingga menurut beliau kalimat tersebut rancu antara sabjek dan objeknya.

Akhirnya sampai sekarang banyak sekali orang enggan memakai kalimat tersebut jika hendak menjual rumahnya.

Kalau kita mau mencermati lebih dalam lagi. Kita lihatlah kalimat tersebut bentuknya pasif artinya kedudukan objek adalah pelaku sedangkan kedudukan subjek adalah objek.

Dari mana kita tahu bahwa itu adalah kalimat pasit? Dari prediketnya yang kata kerjanya berawalan di, dalam kalimat di atas adalah dijual. Jadi setiap sesuatu kalimat yang prediketnya berawalan di maka kalimat tersebut bentuknya pasif dan kedudukan subjek adalah objek.

Kalau kalimat tersebut pasif jadi jelas rumah dalam kalimat diatas adalah berkedudukan sebagai objek, mau adalah keterangan dan dijual adalah prediket.

Lantas dimana subjeknya? Subjeknya tersembunyi atau sengaja tidak dicantumkan karena yang membuat kalimat merasa sudah cukup orang mengerti dengan kalimat tersebut.

Dari mana kita tahu subjeknya tersembunyi atau tidak dicantumkan? Kita tahu dari kalimat pasif yang sempurna adalah
objek +(kata keterangan) + (di)prediket + oleh + subjek.
Kalimat diatas sebenarnya tidak lengkap, seharusnya berbunyi: "Rumah ini mau dijual oleh saya si pemilik rumah". Kalimat ini jadi sempurna maka ketahuanlah bahwa subjeknya adalah saya si pemilik rumah ya khaan.

Baca Selengkapnya..

07 Julai, 2007

NKRI Negara yang berdaulat?

Negara yang berdaulat adalah negara yang lepas dari intervensi dan ketergantungan pihak asing. Kalau Indonesia masih tergantung dan terpengaruh pihak asing dalam penentuan kebijaksanaannya.
Contoh : Ikut-ikutan mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1747 tentang Nuklir Iran, latah karena Amerika atau takut dibilang negara pro negara teroris (Iran).
Lagi-lagi Indonesia menanda tangani perjanjian bodoh dengan Singapura tentang keamanan bersama! Perjanjian tersebut adalah pemberian daerah latihan Militer kepada Singapura (Military Area Training-MTA) dan tentu saja pangkalan Militer Singapura (Defence Coorpertion Agreement-DCA)yang biaya pemeliharaannya sebagian besar ditanggung Indonsia.
Biaya pembangunan tempat latihan itu memang lebih banyak dari Singapura, namun biaya pemeliharaannya yang justru lebih besar, berasal dari pemerintah Indonesia.
(Antara News)
Anehnya perjanjian yang sangat merugikan Indonesia itu jika ternyata terdapat kesalahan hanya dapat direvisi setelah duabelas tahun sejak ditanda-tangani.
Baca Selengkapnya..

05 Julai, 2007

NKRI, Lemah....?

NKRI Menuju ke Disintegrasi Bangsa. Pengibaran Bendera RMS 29 Juni 2007 dalam tarian cakalele di Ambon dalam rangkan Harganas (Hari Ganas dan Na'as eh salah Hari Keluarga Nasional) di hadapan Presiden RI SBY, dan juga pengibaran Bendera Bintang Kejora dalam Tarian Pembukaan Konfrensi Besar Masyarakat Adat Papua II, Menandakan lemahnya pengawasan kesatuan dan persatuan Indonesia, juga lemahnya keamana dan kekuatan Militer Indonesia. Ada pengamat Amerika yang mengatakan bahwa pengibaran Bendera Bintang Kejora adalah bagian dari Demokrasi!? Bulsit! Mana ada Demokrasi mengajarkan perpecahan. Integrasi adalah tulang punggung suatu negara, jika tidak ada runtuhlah suatu negara. Indonesia perlu bersikap tegas dalam ancaman laten Disintegrasi dan rorongan perpecahan NKRI. Saya jadi Ingat Buku yang ditulis oleh Samuel Hutington pada belasan tahun yang lalu. Buku tersebut sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia judulnya "Tertib Politik."
Buku tersebut menjelaskan bagai mana sebenarnya menjaga keutuhan suatu negera dan menjalankan roda pemerintahan walau dalam situasi damai maupun terancam perpecahan. Dengan mengambil contoh negara-negara dunia ketiga dan negara maju serta negara yang sedang berkembang. Dengan membaca buku tersebut jelaslah bahwa menjaga keutuhan suatu negara dari disintegrasi dan ancaman kudeta amat diperlukan dan diharuskan. Bukan hal yang sepele apalagi bagian dari Demokrasi.
Baca Selengkapnya..