Translate

12 Mac, 2009

Techno Centrist


Hari ini, saya pergi ke Bank untuk menyetor uang tetapi jaringan sedang off line, sehingga menurut petugas Bank yang menginformasikan pada saya tidak dapa melakukan setoran. Makin canggih Bank kok makin sulit ya. Masak Cuma setoran saja tidak bisa hanya karena off line tidak bisa melakukan setoran!? Dulu belum ada komputer, belum ada jaringan internet, bank dapat berjalan dengan mudahnya. Kini ternyata ketiadaan internet jadi halangan. Padahal kan kalau off line komputer masih hidup, jaringan komputer lokal (LAN) dapat bekerja dengan baik, kenapa setoran tidak bisa. Inilah penyakit yang sedang diidap oleh bangsa Indonesia. Penyakit ini namanya Techno Centrist, (Tekno Sentris) yaitu hanya terpaku pada teknologi, tergantung pada teknologi. Gejala yang dapat dilihat dari penyakit ini adalah jika seorang kalut kalau jaring telepon selularnya mati.

Dalam stadium awal dapat dilihat jika seorang mengeluh terus menerus karena listrik dirumahnya mati atau sering mati. Penyakit menggejala sampai rumah tangga. Kalau Listrik mati ibu-ibu rumah tangga mengumpul disalah satu beranda depan rumah tetangganya, ngerumpi. Karena hanya itu yang kegiatan yang dapat dilakukan jika listrik mati sehingga ibu-ibu selalu mengeluh karena rumahnya panas, rumahnya gelap walaupun siang hari, rumahnya tidak ada air untuk sekedar cuci tangan karena sumur cincinnya ditutup dan digantikan dengan pipa dan pompa lisrik atau sumur bor dan pompa listrik, tidak bisa masak nasi karena rice cooker membutuhkan listrik meskipun gas atau minyak tanah ada tidak bisa juga masak nasi. Dan keluhan-keluhan yang serupa karena disebabkan listrik mati. Itulah gejala Tekno Sentris
Pada perusahaan yang profesional atau sekelas internasional mereka dapat mensikapi kemajuan teknologi dengan baik. Teknologi baru dan canggih dipakai tetapi tidak meninggalkan teknologi yang sebelumnya. Jika Teknologi Digital dan Komputer tidak dapat digunakan, maka beralih ke teknologi yang dibawahnya misalnya dengan mesin otomatis. Jika mesin otomatis tidak dapat digunakan maka pakai yang semi otomatis. Jika yang semi otomatis tidak dapat digunakan maka pakai prosedur semi manual. Jika semi manual tidak juga dapat dipakai maka dilakukan secara manual dan seterusnya.
Bangsa Indonesia harus sadar akan penyakit ini ada menghinggapi tubuh kita. Maka kita harus belajar membuangnya. Karena betapa tidak Efisiennya jika sesuatu yang sebenarnya masih dapat dilakukan dengan teknologi yang kurang canggih, tetapi karena Tekno sentris bertahan menunggu teknologi canggih siap digunakan.
Teknologi komputer canggih sayang orangnya tidak canggih. Sehingga Komputer canggih hanya dapat rusak ketika sering digunakan hal-hal yang sepele. Lap Top kepala sekolah saya dulu dikeluhkan sering bergerak lambat sekali sehingga untuk loading windows saja dapat memakan waktu 2 jam sampai 3 jam. Padahal spesifikasinya pentium II akhir, Hard Disk 4 Gb. Pasalnya ternyata, agar tidak merasa ketinggalan zaman setiap program baru yang didapat selalu di Instal di Lap Topnya tetapi tidak pernah di Uninstall. Akibatnya Hardisk penuh dengan berbagai macam program yang dia sendiri bingung dan jarang menggunakannya. Ini masalah kebiasaan buruk yang yang sering terjadi. Membuka banyak program ketika bekerja di komputer, dapat menyebabkan pemakaian memori yang terlalu besar pada penggunaan yang kurang bermanfaat, dapat menyebabkan komputer crash, Hang dan sebagainya yang berbuntut pada kerusakan memori.
Dulu saya pernah menjadi guru pelatih kepanduan bagi anak-anak SD. Orang banyak heran, termasuk kepala sekolah waktu itu, karena Kepanduan mengajarkan hal-hal yang tidak canggih. Kepala sekolah bertanya kepada saya, kenapa mengajarkan pada anak-anak (kepanduan) mau repot-repot memasak dengan kayu api padahal kompor gas yang mobile sudah ada yang dapat dimasukkan kedalam tas Ransel (Back Pack). Disinilah kepanduan banyak menerima kritik apa memang perlu diajarkan pada anak-anak sekarang dengan kemajuan zaman sudah canggih. Memasak nasi sudah pakai rice cooker, cuci sudah ada mesin cuci. Di Kepanduan saya bukan tidak mengajarkan hal yang canggih-canggih seperti saya sudah memperkenalkan GPS (Global Possition Satellite) dan cara penggunaanya, selain saya juga mengajarkan cara penggunaan kompas manual dan pembuatan peta pita dan peta buta.
Dalam keadaan bencana alam listrik tiada, telepon selular terputus, orang yang selalu dimanjakan dengan teknologi lebih cendrung panik, dan stress karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan tidak terbiasa dengan keadaan tanpa teknologi.
Walau namanya sekolah modren, memang anak-anak diajarkan carap menggunakan komputer sejak kelas 1 Sekolah dasar, tetapi anak tersebut harus juga dibekali ilmu-ilmu dasar seperti memasak nasi dengan cara manual, membuat tenda darurat, komunikasi degan peluit dan bendera, menggunkan kompas sederhana dan lain sebagainya jadi tidak tekno sentris. Walau kepala sekolah waktu itu melarang: “jangan mengajarkan anak-anak repot-repot, sekarang zaman teknologi apa saja yang bisa diteknologikan, teknologikan“ katanya. Bukan saya tidak mengerti maksud kepala sekolah tersebut, dan bukan pula saya tidak mengerti teknologi, bahkan sangat mengerti, tetapi saya tidak sependapat dengan zaman sekarang tidak perlu lagi diajarkan hal-hal yang sederhana tanpa teknologi tersebut. Anak-anak menurut pendapat saya perlu diajarkan life skill yang sederhana, tidak tergantung pada teknologi.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan