Sekarang harga minyak tanah di kedai-kedai biasa sudah melebihi harga bensin. Minyak tanah dijual per liternya Rp. 5.000.-, naik Rp. 2.000.- dari harga yang ditawarkan di agen resmi, yang harganya Rp. 3.000.-, bandingkan dengan harga bensin perliter di SPBU yang dijual Rp. 4.500.- perliter. Kelebihannya sudah mencapai Rp. 500.- per liternya. Minyak tanah itu kebutuhan rakyat kecil. Untuk memasak, untuk menghidupkan lampu dimalam hari, dan sebagainya. Tetapi karena kurang perhatian harganya jadi melonjak sampai melampaui harga bensin. Dapat dibayangkan betapa menderitanya rakyat kecil. Sudah seharusnya pemerintah sekarang memperhatikan nasib rakyat kecil. Bensin kenapa bisa murah, harganya tetap tidak naik ketika sampai ke pengecer SPBU, sesuai dengan harga yang ditetapka pemerintah yaitu Rp. 4.500.-.
Ketika BBM dipasar internasional harganya melonjak, harga semua jenis BBM dipasar dalam negri ikut naik, termasuk Minyak tanah. Setelah harga pasaran Internasional turun, harga BBM dipasar dalam negri malah aneh. Ternyata hanya minyak Bensin dan Solar yang belakangan turun. Mengapa hanya harga bensin dan solar yang turun? Minyak tanah tidak turun? Seharusnya minyak Tanah ikut turun. Penghapusan subsidikah? Mengapa malah Minyak tanah yang dihapus subsidinya? Sedangkan Minyak tanah yang dipakai rakyat kecil, yang seharusnya yang diberikan subsidi, malah tidak diberikan subsidi. Tidak begitu pedulikah pemerintah pada rakyat kecil yang miskin?
Terlalu panjangnya rantai kait-mengait antara pihak pertamina, Distributor, Agen, sampai kepada pengecer membuat minyak tanah menjadi mahal. Harga diagen resmi minyak tanah Rp. 3.000.-. lebih tinggi Rp. 500.- dari harga yang ditetapkan pemerintah sebagai harga eceran terendah (HET) sebesar Rp. 2.500.-
[mengutip / mengulangi blog posting saya yang terdahulu]
Walau pun sudah mengikuti prosedur untuk mendapatkan minyak tanah tetapi tetap minyak tanah didapat dengan harga yang mahal Rp. 3000.- per liter. Itupun sudang ditambah dengan dengan pungutan uang sampah, dan sumbangan Mushalla yang tidak ada kait mengaitnya dengan penduduk perumahan tempat saya tinggal. Untuk minyak tanah biasanya dikonsumsi sebanyak 12 liter sebulan. Kalau dibeli setiap bulannya berarti 12 liter harganya Rp. 36.000.-.
Kalau sebulan rata-rata 30 hari maka setiap harinya harus dikeluarkan Rp. 1.200.- untuk keperluan minyak tanah. Akhirnya saya beli tabung dan kompor gas lengkap seharga Rp. 888.000.-. Ternyata satu tabuh 15 kg habis dipakai selama kurang dari satu setengah bulan, 40 hari. Saya isi ulang dengan biaya satu tabung 15 kg seharga Rp. 78.000.-.
Setelah dipakai dengan sedikit penghematan pemakaian, misalkan untuk memasak air sekali-kali pakai kompor minyak tanah, jadi tahan sedikit lebih lama yaitu 50 hari. Seandainya pemakaian satu tabung 15 kg rata-rata 45 hari maka setiap harinya harus dikeluarkan untuk keperluan gas adalah Rp. 1.750.-. Dapat dilihat perbedaannya antara pemakaian minyak tanah perhari dan pemakaian gas perhari adalah Rp. 550.-. Sebulan perbedaan ini menjadi Rp. 16.500.-. Woaw. Siapa lagi yang berani bilang gas murah dan konversi minyak tanah ke gas menguntungkan?[Posting saya terdahulu, Baca:Menangguk hikmah...]
Kebijaksanaan pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan rakyat kecil yang sekarang jumlahnya di Indonesia cukup besar. Memperhatikan rakyat kecil berarti memperhatikan rakyat Indonesia yang sedang kesusahan.